Dafatar isi
1. Kata
Pengantar..........................................................................................................
2.
Isi
Maklumat No. X 16 Oktober 1945.......................................................................
3. Isi Maklumat 3 November 1945................................................................................
4. Seper Semar...............................................................................................................
5. Pendidikan
Pancasila Sebagai Mata Kuliah...............................................................
6. Tujuan Pendidikan Pancasila.....................................................................................
7. Visi, Misi Dan Kompentensi
Pendidikan Pancasila...................................................
8. Tujuan Pembelajaran Umum......................................................................................
9. Pengertian Multipartai Dan Penerapan Kembali Sistem Multipartai.........................
10. Dampak Dari Penerapan Kembali Sistem Multi Partai..............................................
11.
Kedudukan Presiden Dalam Sistem
Multipartai.......................................................
12. Pembentukan Badan Perancang Pembangunan
Nasional (Bappenas)...........................
13. Tugas Bappenas...........................................................................................................
14. Penurunan Nilai Uang (Devaluasi)...............................................................................
15. Deklarasi Ekonomi (Dekon).....................................................................................
16. Kebijakan Pemerintah Lainnya.....................................................................................
17. daftar pustaka............................................................................................................
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan
Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca
dalam administrasi pendidikan dalam profesi keguruan.
Harapan
saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini
saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat
kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
karawang, 14 oktober 2016
TOMI
1. ISI MAKLUMAT NO. X 16 OKTOBER 1945
Sebeum
terbentuknya DPR dan MPR, KNIP diserahkan kekuasaan legislative dan ikut
menetapkan Garis-Garis Dasar Haluan Negara.
2. Berhubung gentingnya keadaan, pekerjaan KNIP sehari-hari dijalankan oleh suatu Badan Pekerja yang dipilih antara mereka yang bertanggung jawab kepada Komite Nasional Pusat.
Dengan dikeluarkannya Maklumat Pemerintah No. X tersebut kekuasaan Presiden hanya dalam bidang executive. Dengan demikian kedudukan Presiden sebagai yang diamanatkan dalam UUD 1945 dapat dilakukan sebagai mestinya. KNIP sebagai badan pembantu Presiden dan sebagai lembaga pengganti DPR dan MPR sebelum terbentuk, dapat berfungsi sebagai badan legislative.
2. Berhubung gentingnya keadaan, pekerjaan KNIP sehari-hari dijalankan oleh suatu Badan Pekerja yang dipilih antara mereka yang bertanggung jawab kepada Komite Nasional Pusat.
Dengan dikeluarkannya Maklumat Pemerintah No. X tersebut kekuasaan Presiden hanya dalam bidang executive. Dengan demikian kedudukan Presiden sebagai yang diamanatkan dalam UUD 1945 dapat dilakukan sebagai mestinya. KNIP sebagai badan pembantu Presiden dan sebagai lembaga pengganti DPR dan MPR sebelum terbentuk, dapat berfungsi sebagai badan legislative.
tentang anjuran
kepada rakyat untuk membentuk partai-partai politik, yang isinya berbunyi
sebagai berikut:
Berhubung dengan usul Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat kepada Pemerintah, supaya diberikan kesempatan kepada rakyat seluas-luasnya untuk mendirikan partai-partai politik, dengan restriksi bahwa partai-partai politik itu hendaknya memperkuat perjuangan kita mempertahankan kemerdekaan dan menjamin keamanan masyarakat, Pemerintah menegaskan pendiriannya yang telah diambil beberapa waktu yang lalu, bahwa:
Berhubung dengan usul Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat kepada Pemerintah, supaya diberikan kesempatan kepada rakyat seluas-luasnya untuk mendirikan partai-partai politik, dengan restriksi bahwa partai-partai politik itu hendaknya memperkuat perjuangan kita mempertahankan kemerdekaan dan menjamin keamanan masyarakat, Pemerintah menegaskan pendiriannya yang telah diambil beberapa waktu yang lalu, bahwa:
a) Pemerintah
menyukai timbulnya partai-partai politik karena dengan adanya partai-partai
itulah dapat dipimpin ke jalan yang teratur segala aliran paham yang ada dalam
masyarakat.
b) Pemerintah
berharap supaya partai-partai politik itu telah tersusun, sebelum
dilangsungkannya pemilihan anggota Badan-badan Perwakilan Rakyat pada bulan
Januari 1946.
Dengan anjuran itu, berdirilah 10
partai politik, yaitu:
a) Masyumi
(Majelis Syuro Muslimin Indonesia), yang dipimpin oleh Dr. Soekiman
Wirjosandjoyo, berdiri 7 November 1945.
b)
PKI (Partai Komunis
Indonesia), yang dipimpin oleh Mr. Moch. Yusuf, berdiri 7 November 1945.
c)
PBI (Partai Buruh
Indonesia), yang dipimpin oleh Njono, berdiri 8 November 1945.
d)
Partai Rakyat Jelata,
yang dipimpin oleh Sutan Dewanis, berdiri 8 November 1945.
e)
Parkindo (Partai
Kristen Indonesia), yang dipimpin oleh Ds. Probowinoto, berdiri 10 November
1945.
f)
PSI (Partai Sosialis
Indonesia), yang dipimpin oleh Mr. Amir Sjarifuddin, berdiri 10 November 1945.
g)
PRS (Partai Rakyat
Sosialis), yang dipimpin oleh Sutan Syahrir, berdiri 20 November 1945. PSI dan
PRS kemudian bergabung dengan nama Partai Sosialis, yang dipimpin oleh Sutan
Syahrir, Amir Sjarifuddin, dan Oei Hwee Goat, pada Desember 1945.
h)
PKRI (Partai Katholik
Republik Indonesia), yang dipimpin oleh I.J. Kasimo, berdiri 8 Desember 1945.
i)
Permai (Persatuan Rakyat
Marhaen Indonesia), yang dipimpin oleh J.B. Assa, berdiri 17 Desember 1945.
j)
PNI (Partai Nasional
Indonesia), yang dipimpin oleh Sidik Djojosukarto, berdiri 29 Januari 1946. PNI
didirikan sebagai hasil penggabungan antara PRI (Partai Rakyat Indonesia),
Gerakan Republik Indonesia, dan Serikat Rakyat Indonesia, yang masing-masing
telah berdiri antara bulan November dan Desember 1945.
3. SEPER SEMAR
![]() |
Demokrasi terpimpin, juga disebut demokrasi terkelola adalah
istilah untuk sebuah pemerintahan demokrasi
dengan peningkatan otokrasi. Pemerintahan negara dilegitimasi oleh pemilihan
umum yang walaupun bebas dan adil, digunakan oleh pemerintah untuk
melanjutkan kebijakan dan tujuan yang sama. Atau, dengan kata lain, pemerintah
telah belajar untuk mengendalikan pemilihan umum sehingga pemilih dapat
melaksanakan semua hak-hak mereka tanpa benar-benar mengubah kebijakan publik.
Walaupun mengikuti prinsip-prinsip dasar demokrasi, dapat timbul penyimpangan
kecil terhadap otoritarianisme. Dalam demokrasi terpimpin,
pemilih dicegah untuk memiliki dampak yang signifikan terhadap kebijakan yang
dijalankan oleh negara melalui pengefektifan teknik kinerja humas yang berkelanjutan.
Prinsip pokok demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut :- Perlindungan terhadap hak asasi manusia
- Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah
- Peradilan yang merdeka berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan badan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh Presiden, BPK, DPR atau lainnya
- adanya partai politik dan organisasi sosial politik karena berfungsi untuk menyalurkan aspirasi rakyat
- Pelaksanaan Pemilihan Umum
- Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar (pasal 1 ayat 2 UUD 1945)
- Keseimbangan antara hak dan kewajiban
- Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan YME, diri sendiri, masyarakat, dan negara ataupun orang lain
- Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional
- Pemerintahan berdasarkan hukum, dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan.
4.
PENDIDIKAN
PANCASILA SEBAGAI MATA KULIAH
1. Dasar Penyelenggaraan
Dalam Buku Pedoman Universitas
Sriwijaya tahun akademik 2002/2003 menyebutkan bahwa Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (sekarang Menteri Pendidikan
Nasional) No.56/U/1994 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan
Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa antara lain, menetapkan bahwa
- a. Kurikulum Inti, yaitu
kelompok bahan kajian dan pelajaran yang harus dicakup dalam suatu program
studi, dirumuskan dalan kurikulum yang ditetapkan oleh Menteri yang
berlaku secara nasional.
- b. Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewiraan/Kewarganegaraan termasuk dalam Mata Kuliah Umum (MKU) dan wajib diberikan dalam kurikulum setiap program studi.
2. Garis-garis Besar Program Pengajaran
(GBPP) Mata Kuliah Umum (dulu MKDU) disebut sebagai kurikulum inti, melalui
Keputusan Menteri P dan K tersebut di atas, kurikulum tersebut perlu diubah dan
disempurnakan menjadi GBPP MKU yang disesuaikan dengan mengacu kepada UU. No.2
tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, PP No.30 tahun 1990 tentang
Pendidikan Tinggi.
Dengan
Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
Republik Indonesia No. 267/DIKTI/Kep/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum
Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa menetapkan bahwa
Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan (dahulu
Pendidikan Kewiraan) yang meliputi Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN)
dan wajib diberikan dalam kurikulum setiap program studi. Dalam proses
perubahan dan penyempurnaan secara bertahap disusun GBPP dari masing-masing
mata kuliah dimaksud.
Penyempurnaan
selanjutnya terhadap kelompok Mata kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK)
khususnya kelompok MPK Pendidikan Pancasila dilakukan dengan SKEP Dirjen DIKTI
No.38/DIKTI/Kep/2002 tentang rambu-rambu Pelaksanaan Kuliah Pengembangan
Kepribadian di Perguruan Tinggi.
5. TUJUAN PENDIDIKAN PANCASILA
Pendidikan
Nasional Indonesia telah tertuang dalam GBHN tahun 1998 yang arah
kebijaksanaannya adalah : “Pendidikan nasional yang berdasarkan pada kebudayaan
bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Diarahkan untuk
meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa dan kualitas sumber daya manusia, mengembangkan
manusia dan masyarakat Indonesia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, berbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan
keahlian dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian yang
mantap dan mandiri, menumbuhkan dan mepertebal rasa cinta tanah air,
meningkatkan semangat kebangsaan, wawasan keunggulan, kesetiakawanan sosial,
kesadaran pada sejarah bangsa dan memiliki sikap menghargai jasa para pahlawan
serta berorientasi ke masa depan”.
Selanjutnya
disebutkan bahwa Pendidikan Pancasila tersebut ditingkatkan agar mampu
membentuk watak bangsa yang kokoh, karena bangsa Indonesia selalu menghadapi
banyak tantangan sepanjang zaman.
6. VISI, MISI DAN KOMPENTENSI
PENDIDIKAN PANCASILA
a. Visi Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi menjadi
sumber nilai dan pedoman penyelenggaraan program studi dalam mengantarkan
mahasiswa mengembangkan kepribadiannya selaku warganegara yang Pancasilais.
b. Misi Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi membantu
mahasiswa agar mampu mewujudkan nilai-nilai dasar Pancasila serta kesadaran
berbangsa, bernegara dalam menerapkan ilmunya secara bertanggung jawab terhadap
kemanusiaan.
c. Kompentensi Pendidikan Pancasila bertujuan untuk
menguasai kemampuan berpikir, bersikap rasional dan dinamis, berpandangan luas
sebagai manusia intelektual serta mengantarkan mahasiswa memiliki kemampuan
untuk :
1) Mengambil sikap bertanggung jawab sesuai dengan hati
nuraninya.
2) Mengenali masalah hidup dan kesejahteraan serta cara-cara
pemecahannya.
3) Mengenali perubahan-perubahan dan perkembangan IPTEK.
4) Memaknai peristiwa sejarah dan
nilai-nilai budaya bangsa duna menggalang persatuan Indonesia
7. TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM
Mahasiswa
diharapkan dapat memiliki pengetahuan dan memahami landasan dan tujuan Pendidikan
Pancasila, Pancasila sebagai karya besar bangsa Indonesia yang setingkat dengan
ideologi besar dunia lainnya. Pancasila sebagai paradigma dalam kehidupan
kekaryaan, kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan, sehingga memperluas
cakrawala pemikirannya, menumbuhkan sikap demokratis pada mereka dalam
mengaktualisasikan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Negara
kesatuan
|
Negara
federal
|
Otonomi
daerah
|
3
kekuasaan daerah tidak diakui
|
3
kekuasaan daerah diakui
|
3
kekuasaan daerah tidak diakui
|
APBN
dan APBD tergabung
|
APBD
untuk setiap daerah dan APBN hanya untuk negara
|
APBN
dan APBD tergabung
|
Bendera
nasional hanya diakui
|
Bendera
nasional serta daerah diakui dan sejajar
|
Bendera
nasional hanya diakui
|
Bisa
interversi dari kebijakan pusat
|
Tidak
bisa interversi dari kebijakan pusat
|
Bisa
interversi dari kebijakan pusat
|
Daerah
diatur pemerintah pusat
|
Daerah
harus mandiri
|
Daerah
harus mandiri
|
DPRD
(provinsi) tidak punya hak veto terhadap UU negara yang disahkan DPR
|
DPRD
(provinsi) punya hak veto terhadap UU negara yang disahkan DPR
|
DPRD
(provinsi) tidak punya hak veto terhadap UU negara yang disahkan DPR
|
Hanya
bahasa nasional diakui
|
Beberapa
bahasa selain nasional diakui setiap daerah
|
Hanya
bahasa nasional diakui
|
Hanya
hari libur nasional diakui
|
Hari
libur nasional terdiri dari pusat dan daerah
|
Hanya
hari libur nasional diakui
|
Hanya
Presiden berwenang mengatur hukum
|
Presiden
berwenang mengatur hukum untuk negara sedangkan kepala daerah untuk daerah
|
Hanya
Presiden berwenang mengatur hukum
|
Keputusan
pemda diatur pemerintah pusat
|
Keputusan
pemda tidak ada hubungan dengan pemerintah pusat
|
Keputusan
pemda diatur pemerintah pusat
|
Masalah
daerah merupakan tanggung jawab bersama
|
Masalah
daerah merupakan tanggung jawab pemda
|
Masalah
daerah merupakan tanggung jawab bersama
|
Pengeluaran
APBN dan APBD dihitung perbandingan
|
Pengeluaran
APBN dan APBD dihitung pembagian
|
Pengeluaran
APBN dan APBD dihitung perbandingan
|
Perda
dicabut pemerintah pusat
|
Perda
dicabut DPR dan DPD setiap daerah
|
Perda
dicabut pemerintah pusat
|
Perda
terikat dengan UU
|
UUD
daerah tidak terikat dengan UU negara
|
Perda
terikat dengan UU
|
Perjanjian
dengan pihak asing/luar negeri harus melalui pusat
|
Perjanjian
dengan pihak asing/luar negeri harus melalui pusat
|
Perjanjian
dengan pihak asing/luar negeri harus melalui pusat
|
Sentralisasi
|
Desentralisasi
|
Semi
sentralisasi
|
Setiap
daerah memiliki perda (dibawah UU)
|
Setiap
daerah mempunyai UUD derah yang tidak bertentangan dengan UUD negara (hukum
tersendiri)
|
Setiap
daerah memiliki perda (dibawah UU)
|
Setiap
daerah tidak diakui sebagai negara berdaulat
|
Setiap
daerah diakui sebagai negara berdaulat dan sejajar
|
Setiap
daerah tidak diakui sebagai negara berdaulat
|
Tidak
ada perjanjian antar daerah jika SDM/SDA dilibatkan
|
Ada
perjanjian antar daerah jika SDM/SDA dilibatkan
|
Tidak
ada perjanjian antar daerah jika SDM/SDA dilibatkan
|
Mahasiswa diarahkan untuk dapat
memahami latar belakang historis kuliah Pendidikan Pancasila, dengaan memahami
fakta budaya dan filsafat hidup bangsa Indonesia yang merupakan suatu pandangan
hidup. Mereka diarahkan untuk memahami tujuan hidup bersama dalam suatu negara
dengan cara mendiskusikannya diantara mereka.
8.
PENGERTIAN
MULTIPARTAI DAN PENERAPAN KEMBALI SISTEM MULTIPARTAI
Sistem multipartai adalah sistem kepartaian suatu negara yang
memiliki banyak partai dan tidak hanya satu partai saja yang dominan. Runtuhnya orde baru
sungguh sangat mencengangkan banyak pihak. Di tambah lagi dengan munculnya
kembali fenomena multi partai yang selama ini dianggap telah terkubur setelah
runtunya orde lama. Persoalan utama yang menyebabkan kegagalan sistem
multipartai pada periode 50-an adalah ketidak mampuan mereka menyadari arti
penting koalisi. Koalisi yang mereka bentuk pada waktu itu hanya sekedar
mencari rekan partai untuk mempertahankan kekuasaan kabinet. Oleh karena itu
mereka banyak yang mengalami kegagalan berkoalisi. Dan kegagalan itu mengundang
ketidaksabaran militer untuk melakukan intervensi. Campur tangan militer
tersebut meruntuhkan semua sendi sistem multipartai yang dibngun pada era
demokrasi liberal. Ketika Soeharto
lengser, maka Habibie mencanangkan diberlakukannya kembali sistem multipartai.
Setelah diberlakukannya kembali sistem multipartai tersebut, muncullah banyak
harapan bahwa sistem tersebut akan membantu menemukan jati diri partai politik.
Perubahan yang sangat mendadak tersebut menumbuhkan kegairahan politik yang
luar biasa. Selain itu, mendorong kembali semangat berpolitik yang nyaris padam
akibat otoriterisme orde baru. Munculnya partai politik yang baru dalam jumlah
yang banyak adalah wujud protes keras dari masyarakat politik yang tertekan
selama puluhan tahun.
9.
DAMPAK DARI PENERAPAN KEMBALI
SISTEM MULTI PARTAI
Sebagian masyarakat menyambut gembira dan penuh antusias
untuk menyalurkan kembali naluri politik yang selama ini tersumbat oleh sistem
politik orde baru yang sangat represif. Sebagian masyarakat justru khawatir
akan kemunculan partai-partai baru yang jumlahnya lebih dari 100 hanya dalam
beberapa bulan. Hal ini tentu bukannya memperlancar proses reformasi, tetapi
justru sebaliknya, mengganggu kelancaran reformasi. Sungguh sulit
membayangkan mengelola sistem partai dengan jumlah yang sangat banyak. Tetapi
pada saat yang bersamaan, melarang masyarakat membentuk partai berarti sama dengan
melawan reformasi. Dampak positif dari
pertumbuhan partai yang sedemikian luar biasa akan memberikan suasana
keterbukaan yang sungguh-sungguh, yang berarti bahwa masyarakat benar-benar
menikmatu keterbukaan ini dan memanfaatkannya lewat pembentukan partai-partai
politik. Sementara dampak
negatifnya menjadi hal yang kurang menarik bagi khalayak umum. Terutama bagi
mereka yang memiliki mimpi untuk membangun partai politik. Tidak sedikit para
aktifis partai secara mendadak berubah dari warga negara biasa menjadi politisi
dalam waktu yang sangat singkat. Dimana hal tersebut bisa menimbulkan dampak
negatif dari sistem multi partai yang baru tumbuh. Karena tingkat keawaman
mereka dalam berpolitik masih terlalu tebal sehingga mereka tidak bisa
mengelola partai politik tersebut. Membuat dan mengelola partai boleh saja dilakukan asalkan
memperhatikan latarbelakang pendidikan, pengalaman, memahami makna koalisi,
memiliki naluri kerjasama, dan mampu memahami posisinya sebagai lembaga wakil
rakyat. sehingga kedepannya akan terbentuk sistem partai yang rasional
dan meninggalkan irasionalitas sistem multipartai yang ditandai dengan jumlah
partai yang luar biasa dengan kualitas partai yang patut dipertanyakan.
10.
KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM SISTEM
MULTIPARTAI
Salah satu persoalan
yang paling fundamental dalam sistem multipartai yang baru di tumbuhkan sejak
pertengahan tahun 1998 yang lalu adalah kedudukan presiden dalam sistem partai
tersebut. Kedudukan presiden
dalam konteks multipartai ternyata kurang mendapat tanggapan cukup serius dari
kalangan partai poltik, tokoh-tokoh informal , maupun politisi yang sedang
memerintah. Terpusatnya kekuasaan ketangang presiden, maka pemilihan
presiden dilakukan secara langsung oleh rakyat. hal tersebut memberi kesempatan
sebesar-besarnya bagi rakyat untuk menentukan sendiri presiden mereka tanpa
terhalang oleh birokrasi partai politik. Pola pemilihan ini
membuat presiden tunduk pada keinginan rakyat. Artinya, jika rakyat sudah tidak
menghendaki maka presiden tidak dapat dipilih kembali setelah menyelesaikan
masa jabatan yang bersifat periodik dan tetap. Masa jabatan sekali pun bersifat
tetap (dalam jangka waktu tertentu) dapat dibatasi hingga dua kali. Sejarah Indonesia, Kehidupan ekonomi masa Demokrasi Terpimpin
- Pada masa Demokrasi Terpimpin keadaan ekonomi dan keuangan Indonesia
mengalami masa suram. Untuk menanggulangi keadaan ekonomi tersebut, pemerintah
mengeluarkan kebijakan di bidang ekonomi dan keuangan.
11.
PEMBENTUKAN BADAN PERANCANG PEMBANGUNAN NASIONAL
(BAPPENAS)
Untuk melaksanakan
pembangunan ekonomi, di bawah Kabinet Karya dibentuk Dewan Perancang Nasional
(Depernas) pada tanggal 15 Agustus 1959. Depernas dipimpin oleh Muh. Yamin
dengan anggota berjumlah 50 orang. Tentang pembentukan Depernas tersebut tertuang
dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1958 dan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun
1958. Tugas Depernas adalah menyiapkan rancangan undang-undang pembangunan
nasional dan menilai penyelenggaraan pembangunan. Hasil yang dicapai
Depernas dalam waktu satu tahun berhasil menyusun Rancangan Dasar Undang-Undang
Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan tahun 1961 - 1969 yang disetujui
oleh MPRS dengan Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960.
12.
TUGAS BAPPENAS
Pada tahun 1963,
Depernas dibanti nama menjadi Badan Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas)
yang dipimpin oleh Presiden Soekarno. Adapun tugas Bappenas adalah sebagai
berikut :
a)
Menyusun rencana pembangunan
jangka panjang dan jangka pendek.
b)
Mengawasi pelaksanaan
pembangunan.
c)
Menilai kerja mandataris MPRS.
d)
13.
PENURUNAN NILAI UANG
(DEVALUASI)
Tujuan dilakukan
devaluasi adalah untuk membendung inflasi yang tetap tinggi, untuk mengurangi
jumlah uang yang beredar di masyarakat, dan meningkatkan nilai rupiah, sehingga
rakyat kecil tidak dirugikan. Untuk membendung inflasi dan mengurangi jumlah uang
yang beredar di masyarakat, pada tanggal 25 Agustus 1950 pemerintah mengumumkan
penurunan nilai uang (devaluasi) sebagai berikut :
a)
Uang kertas pecahan bernilai Rp 500,00 menjadi Rp
50,00.
b)
Uang kertas pecahan bernilai Rp 1.000,00 menjadi Rp
100,00
c)
Semua simpanan di bank yang melebihi Rp 25.000,00
dibekukan.
Namun, usaha
pemerintah tersebut tidak mampu mengatasi kemerosotan ekonomi, terutama
perbaikan dalam bidang moneter.
14. DEKLARASI EKONOMI (DEKON)
Untuk mengatasi keadaan ekonomi yang semakin
suram, maka pada tanggal 28 Maret 1963 dikeluarkan landasan baru bagi perbaikan
ekonomi secara menyeluruh, yaitu deklarasi ekonomi atau disingkat dekon.
Tujuan dibentuk
dekon adalah untuk menciptakan ekonomi yang bersifat nasional, demokratis, dan
bebas dari sisa-sisa imperialisme untuk mencapai tahap ekonomi sosialis
Indonesia dengan cara terpimpin.
Namun, dalam
pelaksanaannya, dekon tidak mempu mengatasi kesulitan ekonomi dan masalah
inflasi, dekon justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia.
Struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem statisme.
Artinya, masalah
perekonomian diatur atau dipegang oleh pemerintah, sedangkan prinsip-prinsip
dasar ekonomi banyak diabaikan.
Akibatnya, defisit
dari tahun ke tahun semakin meningkat menjadi 40 kali lipat. Defisit yang
semakin meningkat tersebut dengan pencetakan uang baru tanpa perhitungan yang
matang, sehingga menambah berat beban inflasi.
Dalam rangka
pelaksanaan ekonomi terpimpin, pada tanggal 11 Mei 1965, Presiden Soekarno
mengeluarkan Penetapan Presiden No. 8 Tahun 1965 tentang Bank Tunggal Miliki
Negara. Bank tersebut kedudukannya di bawah urusan menteri bank sentral.
Bank-bank pemerintah menjadi unit-unit dari Bank Negara Indonesia.
Langkah-langkah yang
dilakukan pemerintah untuk memperbarui ekonomi tersebut ternyata mengalami
kegagalan. Adapun faktor penyebabnya adalah sebagai berikut :
- Penanganan masalah ekonomi tidak rasional.
- Ekonomi lebih bersifat politik dan tidak ada kontrol.
- Pengeluaran negara cukup besar.
- Devisa yang semakin meningkat ditutup dengan pencetakan uang baru yang menyebabkan inflasi semakin membumbung tinggi.
- Struktur ekonomi menjurus ke ekonomi etatisme (semuanya diatur dan dipegang oleh negara).
15.
KEBIJAKAN PEMERINTAH LAINNYA
Dalam usaha
perdagangan, pemerintah mengeluarkan peraturan tanggal 17 April 1964 mengenai
adanya Komando Tertinggi Operasi Ekonomi (Kotoe) dan Kesatuan Operasi (Kesop).
Kotoe bergerak secara sentralistik untuk mengatur perekonomian negara,
sedangkan tujuan dibentuk Kesop adalah untuk meningkatkan sektor perdagangan
16. DAFTAR PUSTAKA
3. Drs. H. A. Syarifuddin Adenan, M.Pd
6. www.wikipedia.org